Selamat Datang

Minggu, 13 Juni 2010

Perasaan bisakan menjadi penentu sikap kita




Pada ungkapan di atas juga berlaku prinsip fleksibelitas. Fleksibel terhadap situasi, kondisi dan aspek-aspek yang melatarbelakanginya. Saat ini tentu kita tidak akan membahas hal itu, karena ketika kita memutuskan untuk masuk di dalamnya, banyak unsur atau aspek yang harus terus menerus kita gali dan akhirnya kita sulit untuk menentukan ujung dan pangkalnya. Tulisan ini hanya ingin mengungkapkan salah satu pandangan yang tentu masih bisa kita kembangkan dan diskusikan secara panjang lebar. Perasaan bisakah menjadi penentu sikap? Bisa saja, kenapa tidak. Ketika kita mengalami perasaan sedih, kita lalu menangis, ketika kita lapar kemudian kita makan dan lain sebagainya. Pada saat itu perasaan bisa menjadi penentu sikap kita. Dalam situasi lain, mungkin perasaan tidak dapat kita jadikan penentu bagi sikap dan tindakan kita. Misalnya kita memiliki pandangan bahwa si A adalah orang yang terhormat, baik hati, sederhana, ramah dan lain sebagainya. Jika pandangan itu kita dasarkan pada rasa suka, entah dengan keluarganya, karakternya, statusnya, rasa nyaman dan lain sebagainya, ketika si A kemudian berubah sikapnya dan tidak sesuai dengan harapan kita atau melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan dan menguntungkan kita, mungkin kita dapat 180 derajat membenci dia. Kita dapat saja menilai si A tanpa melakukan klarifikasi dan mencari informasi terlebih dahulu. Penilaian kita hanya didasarkan pada realitas yang tampak yang kemudian sebenarnya jika kita telusuri lebih dalam hal itu hanya didasarkan pada perasaan kita sendiri. Penilaian itu didasarkan pada suka atau tidak suka, menguntungkan atau tidak dan lain sebagainya. Dalam kasus ini perasaan tidak pas untuk dijadikan penentu bagi sikap dan tindakan kita. Mengapa dan apa alasanya perasaan tidak dapat dijadikan dasar penentu tindakan kita? Jawabannya kira-kira adalah karena kita mahluk yang luar biasa, yang diberikan hak istimewa untuk menggunakan akal budi kita untuk menafsirkan, mempertimbangkan dan memaknai banyak hal dalam peristiwa hidup kita. Jika kita hanya hidup dari perasaan atau rasa, apa bedanya kita dengan ciptaan yang lain misalnya binatang. Selain akal budi kita juga dikarunia hati nurani yang senantiasa memberikan atau membisikkan sesuatu yang baik bagi sikap dan hidup kita. Aspek-aspek itulah yang menjadi alasan mengapa perasaan tidak tepat atau istilah lain yang mungkin bisa kita pakai adalah perasaan bukanlah satu-satunya penentu bagi tindakan dan sikap kita. Mari kita syukuri karunia Tuhan dalam hidup kita dengan memanfaatkan secara maksimal aspek-aspek yang menjadi unsur keluhuran kita sebagai manusia. Janganlah kita merendahkan harkat dan martabat kita sendiri dengan melakukan sesuatu yang hanya didasarkan pada perasaan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar