Selamat Datang

Senin, 07 Juni 2010

Bapak. . . ku



Ketika siang ini aku melihat foto-foto yang ada di note bookku, mataku terhenti pada sosok sederhana yang ada dihadapanku. Ia tidak banyak bicara dan bahkan diam seribu bahasa. Tidak heran karena itu adalah foto bapakku. Tapi memang sih meskipun itu asli dia, kita akan jarang mendengarkan suaranya. Ia banyak diam, meskipun sebenarnya enak juga diajak ngobrol. Dia bicara seperlunya, dan ndak mau bicara yang bukan-bukan. Banyak peristiwa suka duka aku alami bersama dia. Tapi sayangnya saat itu aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Aku sangat jarang memberikan ruang dan waktuku untuknya. Melihat sikap dan tindakanku yang seperti itu ia pun tak pernah marah, ia sabar dan tidak pernah menyimpan kesalahanku maupun saudara-saudaraku.

Pernah satu saat ketika aku sementara mengayuh sepedahku sepulang dari sekolah, saat itu aku SMP kelas 2. Memasuki kampungku, orang-orang disepanjang jalan langsung berteriak-teriak ketika melihat aku, “Wid, bapaku jatuh dari pohon, cepet pulang”. Saat itu aku merasakan perasaan campur aduk, dan kalo disuruh mendeskripsikan perasaan itu aku yakin aku tak sanggup. Dengan perasaan kacau, aku langsung mempercepat mengayuh pedal sepedaku. Sesampainya di rumah, kerumunan orang banyak memenuhi pelataran dan rumahku. Aku langsung menghambur masuk keruangan depan di mana bapakku dibaringkan. Saat itu aku tak kuasa membendung air mataku. Aku melihat sosok sederhana itu terbaring dilantai. Tidak bisa bergerak, berbicara dan…ahhhhh…sungguh perasaan sedih yang mendalam aku rasakan. Beberapa bulan aku bersama keluargaku yang lain merawat bapakku. Ia tidak bisa bergerak dan menggerakkan tubuhnya, sehingga ia makan di situ, kencing di situ, be ol di situ……….. Aku sering tersenyum di dekatnya sambil mengelus-elus tubuhnya, tetapi tidak lama waktu berselang aku langsung lari kekamar dan mencurkan air mataku. Aku tak mau ia melihat air mataku, karena air mata justru akan semakin membuat dia menderita. Aku tersenyum di atas tangisan.

Siang ini aku merindukan sosok itu, aku ingin memeluknya dan menciumnya. Aku ingin mengucapkan kata terima kasih dan permintaan maafku atas sikap dan perbuatanku selama ini. Aku kangen bapak. Aku yakin ia sudah memaafkan aku. Meskipun tulisan ini pasti tidak sempat ia baca, karena selama ini ia belum pernah buka internet. Jangankan internet, komputerpun belum pernah. Tapi aku bangga padamu bapak, aku menyayangimu pak. Hidupmu dan sikap diamu sudah mengajarku banyak hal. Bapak, tulisan ini pasti tidak bisa mewakili semua apa yang ada dibenakku, tapi setidaknya tulisan yang singkat ini aku tulis dengan tulus hati. Terima kasih bapak…..aku menyayangimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar