Selamat Datang

Rabu, 16 Juni 2010

Paradoks Kerendahan Hati




Paradoks kerendahan hati adalah kita harus memilikinya tanpa merasa memilikinya, karena ketika kita mengakui bahwa kita memilikinya saat itu jugalah kita mengakui bahwa kita tidak memilikinya. Kerendahan hati harus berada dalam hati nurani terdalam kita, tanpa bisa terdeteksi oleh kita sendiri, tetapi tampak jelas oleh orang lain. Jika kita memiliki barang atau sesuatu dan kita katakana bahwa kita memilikinya, berarti kita dapat dikatakan orang yang jujur, terbuka, apa adanya dan lain sebagainya. Tetapi hal ini berbeda dengan kerendahan hati, jika kita dengan terang-terangan katakana bahwa kita memilikinya, saat itu orang juga akan katakana bahwa anda adalah orang yang tidak rendah hati.
Orang yang rendah hati, tidak pernah mengungkapkan sesuatu yang ada di dalam dirinya demi sesuatu yang ada di luar dirinya. Artinya ia tulus di dalam segala hal. Ia tidak melakukan sesuatu demi suatu tujuan atau harapan yang dia “inginkan”. Ingin dihargai, dihormati, dimengerti, dicintai, dan lain sebagainya. Semuanya itu sebenarnya tidak perlu diungkapkan atau digembar-gemborkan , karena hal itu akan kita dapatkan dan peroleh secara otomatis ketika kita juga mampu menghargai, menghormati, mengerti, mencintai orang lain terlebih dahulu secara tulus dan apa adanya. Kita mencintai orang lain bukan dengan kata-kata kita, tetapi dengan sikap kita, hati kita dan seluruh diri kita. Sehingga, seperti paradox kerendahan hati di atas, ketika kita mengatakan mencintai orang lain secara tulus dan tidak perlu lagi diragukan semuanya itu, tetapi ketika orang lain tidak merasakan hal itu, cinta itu, maka cinta itu hanya kita miliki di dalam konsep kita, pikiran kita. Jika demikian, kita tidak akan mampu mencintai orang lain apa adanya. Kita tidak mampu memberikan cinta yang tulus kepada orang lain, karena cinta kita kepada orang lain hanya sebatas ide abstrak, yang sebenarnya bermuara pada diri kita sendiri.
Cinta itu nyata, konkrit, dapat dirasa, dialami dan dinikmati. Apakah kita sudah berada pada tahap itu? Mungkin belum dan bahkan masih jauh dari situ, tetapi kita semua ingin dan akan menuju ke sana. Kesempurnaan dan pembaharuan hidup adalah sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan kita tetapi hal itu juga menjadi harapan bagi kita. Kesempurnaan adalah cita-cita dan panggilan bagi kita semua, sebagai apa pun kita dan siapa pun kita. Mari kita belajar mencintai dan member diri secara tulus kepada orang lain, karena ketika kita “member” maka kita akan “mendapatkan” dan ketika kita “mendapatkan” maka kita juga akan “kehilangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar