Selamat Datang

Selasa, 24 Agustus 2010

Peningkatan Mutu Sekolah




Pendidikan di Negara kita sangatlah memprihatinkan. Jika kita lihat secara statistic dari jumlah sekolah dan penduduk yang mengenyam pendidikan, mungkin “sudah cukup” menggembirakan. Tetapi jika kita berbicara tentang mutu dan out put dari pendidikan kita, sangatlah menyedihkan. Sebagian besar pendidikan kita masih berorientasi pada perkembangan dan peningkatan intelektual (IQ) dari peserta didik dan aspek-aspek lainnya masih diabaikan. Aspek yang masih terabaikan adalah aspek kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Mungkin secara teori banyak sekolah sudah mengetahui dan coba menerapkannya dalam kurikulum yang ada, tetapi secara praksis di lapangan hal itu sama sekali belum tersentuh. Mungkin, semuanya itu bisa dipahami dan dimengerti oleh kita semua karena itu terjadi di Negara Indonesia yang tercinta ini. Mengapa demikian? Saya katakan bisa dimengeti dan bisa kita pahami karena pemerintah, dengan kebijakan-kebijakannya yang berkaitan dengan dunia pendidikan masih mengkondisikan dan bahkan memaksakan arah pendidikan di Indonesia ke arah perkembangan intelektual semata. Bukti yang tampak jelas di mata kita adalah standar kelulusan peserta didik yang dipatok dengan kelulusan Ujian Nasional. Ujian yang dibuat secara serentak dengan “hanya” memilih jawaban a atau b atau c dan seterusnya. Proses bertahun-tahun yang dilakukan peserta didik ditentukan oleh berapa jam dan berapa hari ketika mengikuti ujian nasional. Lulus ujian nasional “seolah-olah” menjadi jaminan mutu dari pendidikan di Negara tercinta ini. Dan apa yang terjadi, setiap tahun kita menyaksikan drama tragis siswa-siswi yang menangis karena tidak lulus ujian, bahkan orang tua dan guru pun ikut frustrasi. Angka siswa-siswi yang tidak lulus pun sangat memprihatinkan bahkan ada sekolah-sekolah tertentu yang mengalami peristiwa tragis karena 100 persen dari siswa-siswi yang mengikuti ujian nasional dinyatakan tidak lulus. Jika dari seratus ada sekian orang tidak lulus, berarti siswa-siswinya yang salah. Jika sebagian besar yang tidak lulus, mungkin guru-gurunya yang salah. Tetapi jika semua siswa di sekolah tidak lulus, yang salah adalah sistimnya.

Banyak kalangan sudah memberikan kritik, saran dan masukan tetapi seolah-olah semuanya itu menjadi hembusan angin lalu yang datang saat musim dan tahun depan akan datang lagi dan akan berlalu lagi. Mungkin ini tidak hanya terjadi di dunia pendidikan saja, dunia politik, ekonomi, social budaya dan agama pun hal serupa terjadi. Pertanyaan lebih lanjut, mau di bawa kemana bangsa ini? Mungkin Anda, ketika membaca tulisan ini juga punya pendapat sendiri dan pertanyaan tersendiri. Setelah semuanya Anda paparkan, Anda bisa berbuat apa dan Anda sudah buat apa untuk dunia pendidikan? Pertanyaan yang bagus dan saya harus jujur katakana sulit dan berat untuk di jawab. Jujur harus saya katakan, saya belum bisa berbuat apa-apa bagi dunia pendidikan. Tetapi dalam diri saya, ada tekat dan niat untuk memperbaiki sedikit wajah dunia pendidikan kita ini. Saat ini saya bergabung di sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan yakni Yayasan Pendidikan Lokon. Saya bergabung di unit Lemlitbang (Lembaga penelitian dan Pengembangan) Yayasan Pendidikan Lokon. Di sini saya punya harapan dan cita-cita yang tentu tidak besar. Cita-cita saya setidaknya saya bisa memberikan diri saya untuk mengembangkan dunia pendidikan di Sulawesi Utara atau Indonesia bagian timur. Setidaknya saya ingin memperbaiki dunia pendidikan dari diri saya sendiri. Ada pepatah yang mengatakan untuk mencapai seribu langkah kita harus mengawalinya dengan satu langkah. Intinya menurut pemahaman saya untuk membuat perubahan yang besar tidaklah mungkin terjadi ketika kita tidak mengubah diri kita sendiri. Mari kita bersama-sama berupaya untuk memberikan sesuatu bagi negri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar