Selamat Datang

Kamis, 02 September 2010

Kurikulum Berbasis KEHIDUPAN (KBK)




Berbicara tentang kurikulum pendidikan, mungkin dari sebagian kita sudah merasa bosan. Hal itu disebabkan karena seringnya perubahan kurikulum nasional di negeri ini, tetapi perubahan tersebut sama sekali tidak mengubah mutu pendidikan bangsa. CBSA, KBK, KTSP dan yang lainnya. Dinas Pendidikan Nasional dengan kajian dan evaluasi yang dilakukan secara terus-menerus menghasilkan terobosan-terobosan baru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Namun selama ini, meskipun kurikulumnya diganti-ganti, toh pendidikan di negeri ini seperi berjalan di tempat. Namun demikian kita pantas bersyukur karena pemerintah memberikan peluang bagi sekolah-sekolah yang ingin mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Situasi inilah yang kemudian menginspirasi seorang pemerhati pendidikan di Manado, Sulawesi Utara untuk turut berperan-serta dalam pengembangan mutu pendidikan bangsa ini, setidaknya di daerah Sulawesi Utara dan daerah Indonesia bagian Timur.

Om Ronald sapaan akrab Ronald Korompis adalah seorang pebisnis yang kemudian ingin memberikan diri bagi negeri ini dengan pemikiran-pemikirannya yang kemudian ia tuangkan dalam sebuah lembaga yang bergerak di bidang persekolahan. Ia dengan kehendak tulusnya mendirikan sebuah Sekolah Menengah Atas yang memiliki asrama (Boarding School) yang ia bangun di Tomohon, Manado, Sulawesi Utara. Nama dari sekolah ini adalah SMA Lokon St. Nikolaus. Sekolah ini ia dirikan pada tahun 2002, dengan demikian saat ini sekolah itu sudah berjalan selama 8 tahun. Selama 8 tahun tersebut sekolah ini dijalankan dengan sistim persekolahan yang khusus. Kekhususan itu adalah kurikulum yang diberlakukan di sekolah ini adalah buah dari pemikiran Om Ronald sendiri, yakni KURIKULUM BERBASIS KEHIDUPAN.

Apa istimewanya dari kurikulum ini? Apakah kurikulum ini tidak hanya berganti singkatan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian diubah menjadi Kurikulum Berbasis Kehidupan? Keistimewaan dari kurikulum ini adalah isi dan roh yang menjiwainya. Kurikulum ini memiliki lima pilar keutamaan yang menjadi fondasi dari seluruh proses pendidikan yang berlangsung. Kelima pilar tersebut adalah Aku ada karena kita ada; Rajin belajar dan rajib bekerja; Berpikir positif; Kerendahan hati; dan Takut akan Tuhan. Selain kelima pilar tersebut, keistimewaan dari kurikulum ini adalan tujuannya. Tujuan dari kurikulum ini adalah membangun kehidupan manusia secara menyeluruh, integral holistik baik dalam aspek intelektual, emosional, moral maupun spiritual. Untuk lebih jelas, lengkap dan lebih dalam, silahkan anda pelajari dalam buku Kurikulum Berbasis Kehidupan. Pandangan tentang Pendidikan menurut Ronald Korompis yang ditulis oleh Mezak A. Ratag & Ronald Korompis. Buku ini di terbitkan oleh ITB Press, Bandung pada tahun 2009.



Kemudian berkaitan dengan perbedaan kata kompetensi dengan KEHIDUPAN, kata ini bukan hanya sekedar ganti semata. Dari makna dan arti kata, kita dapat dengan jelas membedakan. Kata kompetensi berkaitan dengan beberapa aspek dalam diri peserta didik yang ingin dikembangkan. Dalam istilah harian yang sering kita dengar adalah bakat atau talenta. Kata ini memiliki cakupan khusus dan sempit. Mungkin tujuannya baik agar proses pembelajaran dan perkembangan dari peserta didik fokus sesuai dengan kompetensi masing-masing. Namun apapun definisi dan tujuannya, kata kompetensi masih menunjukkan bahwa arah pendidikan kita hanya pada aspek kecerdasan intelektual semata dan aspek-aspek lain diandaikan ada didalam proses tersebut. Sementara itu, kata kehidupan dalam KBK memiliki arti yang sama dengan tujuan yang telah disampaikan di atas (tetang keistimewaan kurikulum ini). Kehidupan itu berkaitan dengan semua aspek kehidupan baik jasmani maupun rohani; intelektual, moral, emosional dan spiritual; fisik maupun psikis dan lain sebagainya. Kurikulum Berbasis Kehidupan benar-benar bertitik tolak dari kehidupan itu sendiri. Dengan demikian semua aspek dalam kehidupan ini diharapkan mampu bertumbuh dan berkembang secara seimbang. Atas alasan dan pertimbangan serta tujuan dari kurikulum itu sendiri maka persekolahan tersebut dibangun dengan konsep wajib berasrama. Di sinilah mereka ditempa, sehingga baik disekolah maupun di asrama proses pembelajaran dan pertumbuhan dari tiap pribadi memperoleh pendampingan.

Selama 8 tahun persekolahan ini berjalan dengan Kurikulum Berbasis Kehidupannya, ternyata hasilnya tidaklah mengecewakan. Sekolah ini menjadi sekolah unggulan di Sulawesi Utara. Prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh siswa-siswi SMA Lokon juga sudah sangat banyak dari bidang akademik sampai dengan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Di bidang akademik siswa-siswi SMA Lokon telah menjuarai olimpiade-olimpiade sains baik daerah, nasional bahkan internasional. Baru-baru ini siswa SMA Lokon atas nama Christian Emor juga memperoleh mendali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional ke 41 di Zagreb, Kroasia yang diselenggarakan pada tanggal 17 – 25 Juli 2010. Sebelumnya dia juga berhasil memperoleh perunggu dalam Olimpiade Fisika tingkat Asia (APhO) ke-11 di Taipeh pada bulan April 2010. Selain bidang akademik dibidang lain juga sekolah ini menjadi unggulan dengan Marching bandnya yang menjadi juara 1 berturut-turut selama 3 tahun dalam turnamen Izusu Cup, Tim Basket yang menjuarai DBL Sulawesi Utara dan lain sebagainya.

Kurikulum Berbasis Kehidupan benar-benar berfokus pada siswa-siswi atau peserta didik (child center). Dengan keberhasilan dan sumbangan yang cukup berarti bagi dunia pendidikan di tingkat lokal maupun di tingkat nasional, maka kurikulum ini pun akan dikembangkan secara terus menerus. Usaha pengembangan tersebut akan diaktualisasikan dengan mengembangkan jenjang persekolahan yang ada. Selama ini persekolahan yang ada hanya di jenjang SMA dan tahun depan rencananya akan didirikan SMPnya. Di kemudian hari bukan hanya SMA dan SMP saja, tetapi jenjang sekolah dasar akan lengkap dibangun di kompeks tersebut. Dari pra TK sampai dengan SMA. Mengapa hanya jenjang sekolah dasar dan menengah? Kenapa tidak sekaligus dengan universitas? Untuk mengetahui alasan dan jawaban mengapa hanya membangun sekolah dasar dan menengah, kita akan bertemu kembali dalam tulisan berikutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Syalom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar